Para anggota kabinet Dwikora mengadakan sidang di
Istana Merdeka, yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Pada saat berlangsungnya
sidang, rakyat berdemonstrasi dengan hebat di luar Istana Merdeka. Tiba-tiba
ajudan presiden melaporkan bahwa ada pasukan tanpa tanda pengenal di sekitar
istana. Presiden Soekarno kemudian meninggalkan sidang menuju ke Istana Bogor.
Setelah
sidang selesai, Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen M. Yusuf, da
n Brigjen Amir
Machmud membicarakan kepergian presiden ke Bogor, mereka khawatir presiden akan
terpengaruh oleh pandangan PKI. Oleh karena itu, presiden harus diyakinkan agar
PKI harus segera dibubarkan. Ketiga perwira tinggi itu meminta izin kepada
Letjen Soeharto untuk bertemu dengan presiden.
Di Istana
Bogor, ketiga perwira tinggi berdiskusi dengan Presiden Soekarno membicarakan
agar PKI dibubarkan. Berdasarkan hasil diskusi, Presiden Soekarno mengeluarkan
surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengatasi segala keadaan. Surat
perintah itulah yang dikenal dengan nama Surat Perintah 11 Maret 1966
(Supersemar)
Supersemar berisi pemberian kekuasaan kepada Letjen
Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu demi menjamin
keamanan, ketertiban, dan kestabilan pemerintahan serta keutuhan bangsa dan
negara. Di dalam menjalankan tugas, penerima mandat juga diharuskan melaporkan
segala sesuatunya kepada presiden.
Letjen
Soeharto sebagai pengemban supersemar segera memenuhi Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura). Pada tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkan surat keputusan
berisi pembubaran & pelarangan PKI berserta ormas-ormasnya di seluruh
Indonesia.
MPRS dan
DPRGR dibersihkan dari unsur G30S/PKI & rezim Orde Lama. Upaya tersebut
dimulai dari tokoh-tokoh pimpinan MPRS & DPRGR yang diduga terlibat
G30S/PKI. Setelah itu dibentuk pimpinan DPRGR & MPRS yang baru.
Pada
tanggal 20 Juni-5 Juli 1966 diadakan Sidang Umum IV MPRS untuk menata kembali
lembaga-lembaga yang menyimpang terhadap UUD 1945.
Letjen Soeharto ditugaskan
membentuk kabinet baru dan bernama Kabinet Ampera. Dipimpin oleh Presiden
Soekarno namun pelaksanaanya dilakukan oleh presidium kabinet yang dipimpin
oleh Jend. Soeharto. Bertugas menciptakan stabilitas politik & ekonomi
sebagai prasyarat pelaksanaan pembangunan nasional. Tugas itu disebut Dwidarma
Kabinet Ampera. Program yang dicanangkan Kabinet Ampera disebut Catur
Karya Kabinet Ampera. Kabinet Ampera.
Pada tanggal 22 Februari
1967 Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jend. Soeharto sebagai
pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966.
Jend.
Soeharto pada tanggal 4 Maret 1967 memberikan keterangan pemerintah dihadapan
sidang DPRGR mengenai terjadinya penyerahan kekuasaan. Pemerintah tetap
berpendirian bahwa penyelesaian konstitusional tentang penyerahan kekuasaan
tetap perlu dilaksanakan lewat sidang MPRS. Untuk menghindari penentangan
politik yang berlarut-larut, diadakan Sidang Istimewa MPRS dari tanggal 7-12
Maret 1967 di Jakarta. Keputusan penting
yang dicapai dalam Sidang MPRS tersebut berisi pencabutan kekuasaan pemerintahan
negara dari Presiden Soekarno & mengangkat Jend Soeharto sebagai penjabat
presiden sampai dipilihnya presiden oleh
MPR hasil pemilu. Ketetapan itu mengakhiri dualisme kepemimpinan nasional di
Indonesia.
Tanggal 21-30 Maret 1968, MPRS mengadakan
Sidang Umum V yang menghasilkan keputusan yang mengangkat Jend Soeharto sebagai
Presiden RI sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilu yang akan datang.
Pelantikan Jend Soeharto sebagai Presiden RI dilakukan pada tanggal 27 Maret
1968.
0 komentar :
Posting Komentar